Pada bulan Maret 2011, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian, meluncurkan Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil-ISPO). Melalui ISPO, Pemerintah Indonesia ingin mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan, melindungi dan mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar, juga untuk mendukung komitmen Presiden Republik Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebagai sebuah peraturan Pemerintah Indonesia, ISPO berlaku wajib (mandatory) bagi perusahaan perkebunan (tapi bersifat sukarela bagi usaha perkebunan kecil). Ini membedakannya dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang bersifat sukarela (voluntary). Pada bulan Maret 2015, Kementerian Pertanian melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan peraturan tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System-ISPO).
Kajian ini menunjukkan bahwa selama enam tahun berlakunya, sejak 2011, ISPO belum menunjukkan kinerja yang memadai dalam kaitan pencapaian tujuan pembangunannya sebagai sebuah sistem sertifikasi menuju perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Penerapan ISPO ternyata belum mampu merespon dampak-dampak negatif yang ditimbulkan akibat pembangunan kelapa sawit selama ini, terutama pada aspek lingkungan dan sosial. Sistem sertifikasi yang diharapkan menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola kebun dan lahan, dirasakan hanya sebatas sebuah instrumen untuk mendapat pengakuan di pasar internasional. Bahkan sampai saat ini pun, para pemangku kepentingan masih terus memperdebatkan apakah ISPO mampu menjadi jawaban terhadap tuntutan pemenuhan prinsip-prinsip keberlanjutan atau tidak. Dalam konteks yang lebih luas, sebagian pihak juga meragukan ISPO akan mampu menyentuh akar persoalan demi mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia.
Read more here.